3. EGOISME = AHANGKARA=Rasa
Kalo kita perhatikan siklus manusia belajar, ketika pertama kali dia lahir (setelah bagian tubuh wadag terbentuk), sang bayi menangis, karena panas, dingin, lapar, haus. Rasa pertamakali yang tumbuh. Dengan sentuhan rasa kasih sayang sang Ibu dan Sang Ayah, bayi mungil mulai mengerti tentang kehidupan yang berupa kenyamanan sehingga dia bisa tertawa riang, tertidur nyenyak dipelukan sang Ayah dan Ibu yang memberinya sejuta kasih sayang.
Setelah usianya bertambah, sang anak mulai bertanya, papa ini apa, mama itu apa, kok bigini…kok begitu…Logika atau pikirannya berkembang.
Perkembangan berikutnya sang anak belajar tentang sopan santun, ini tidak pantas, itu yang pantas, ini yang dihindari, itu yang dilarang, ini yang dianjurkan, dan lain sebagainya, sang anak mulai belajar tentang spiritual yang memberikan ketenangan Jiwa.
Rasa juga memiliki peran yang sangat besar dalam kesuksesan hidup di dunia maya yang dikuasai oleh manusia. Seorang Daniel Goleman menelorkan sebuah hasil penelitiannya tentang Emotional Quotient, yang konon memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan dengan IQ ntuk mencapai kesuksesan dalam hidup ini.
Rasa adalah merupakan sebuah media yang luar biasa sebagai cermin, sebagai alarm, sebagai pengingat. Dalam pepatah Bali ada istilahnya:
“Satondene melaksana tur maujar sikutang ke deweke”
Artinya: jangan tidak mengukur di badan sendiri, segala sesuatu yang tidak enak didengar, dilihat, dirasa, diindrawi, janganlah hal itu dilakukan pada orang lain.
Kalo Anda tidak suka dicurangi jangan pernah mencurangi orang lain dalam dunia kerja/bisnis, kalo tidak suka denger kata kasar, ya jangan berkata kasar pada rekan-rekan kerja, kalo tidak suka diperlakukan tidak adil ya jangan pilih kasih…
Egoisme ini ada dua efek: keduanya menciptakan penyakit merasa
1. Egois berlebih (Superior), merasa paling pinter, merasa diri paling bener, paling berpengalaman, paling ganteng, paling kaya, dll.
2. Egois berkurang (Imperior) …, merasa diri paling miskin, merasa diri paling bodoh, merasa diri paling kecil, merasa diri paling terkebelakang,
Keduanya ini adalah tembok penghalang kesuksesan, yang membendung potensi diri kita mencuat keluar, bersinar istilah balinya metaksu.
Bagaimana menjaga kesetabilan Egoisme ini…? Dengan selalu membiasakan diri mengembangkan peri kemanusiaan, menyadari betul bahwa setiap manusia lahir itu ada kelebihan dan kekurangannya, bisa menghargai setiap kelebihan orang lain, bisa mengatasi kekurangan sendiri, dalam meditasi pusatkan pada cakra Anahatha.
Kasih dan Ego keduanya menempati bilik yang sama, bila ego dulu yang muncul maka kasih tidak kebagian tempat, demikian pula sebaliknya bila kasih dulu yang muncul maka ego itu tidak kebagian tempat, maka biasakanlah untuk selalu menumbuhkan kasih kepada setiap kehidupan ini bahkan bukan hanya kepada manusia juga kepada semut, rerumputan, dll.
Orang yang mampu mengelola Emosi dengan baik dikatakan memiliki EQ (Emotional Quotient) yang tinggi

