Kepercayaan kepada Tuhan itu harus didasarkan pada sradha yang melebihi akal. Memang demikianlah adanya, bahkan apa yang disebut penghayatan pada dasarnya berisi unsur sradha. Tanpa sradha penghayatan itu tidak dapat dipertahankan. Pada hakikatnya memang demikianlah adanya. Siapakah yang dapat menembus batas-batas diriNya? Aku berpendapat bahwa penghayatan penuh adalah mustahil dalam kehidupan yang berjasad ini, dan itupun tidak perlu.
Hanya sradha yang hidup dan kokoh diperlukan untuk mencapai puncak rohani yang tersedia bagi manusia. Tuhan tidaklah ada di luar jasad kasar manusia, maka pembuktian lahiriah tidak ada gunanya. Andaikan bisa dibuktikan. Kita akan selalu gagal untuk membayangkan dia melalui indera kita karena Dia berada di luar jangkauan indera itu. Kita bisa saja merasakan Tuhan kalau kita mau menarik diri kita dari indera-indera kita . Irama Dewa yang indah itu senantiasa ada dalam diri kita tetapi tenggelam dalam gemuruh indera, padahal irama tersebut amat berbeda dan jauh lebih luhur dari pada apapun yang dapat kita tangkap dengan indera kita.
(M.K. Gandhi “Tuhanku”, himpunan R.K. Prabhu, Alih bahasa oleh U.S Rafik, Editor Gedong Bagoes Oka, diterbitkan oleh Yayasan Bali Canti Sena, Denpasar, 1996)


bicara tentang tuhan sebenranya berbicara tentang kejujuran. karena ketika merasakan tuhan dekat, pada saat yang sama juga sisi gelap kian dekat..karena itu seringkali kita takut membicarakan tuhan karena kita dibayangi oleh sisi gelap kita…hah…
kita bisa melihat tumbangnya tokoh spiritual karena sisi gelap mengambiul alih pikirannya…walaupun mulutnya terus berbicara tentang tuhan…tapi ini adalah bagian dari evolusi jiwa..is’n it?
Om Swastyastu,
Dalam Hindhu tuhan dikatakan “Acintya” artinya tidak terpikirkan. Bicara biasanya merupakan output dari pikiran, Berbicara tentang Tuhan, tentu diawali dengan berfikir tentang Tuhan. Karena sifat Tuhan yang Acintya=Tidak terpikirkan, bagaimanapun manusia berusaha mendiskripsikan Tuhan dengan pikiran dan perkataannya, tidak akan menyentuh sisi menyeluruh dari Tuhan.
Kejujuran adalah hanya salah satu dari ungkapan pikiran yang keluar melalui perkataan, tentunya tidak bisa mewakili Tuhan Menyeluruh. Jadi Berkata tentang Kejujuran tidak bisa dikatakan berbicara tentang Tuhan “Bicara tentang Tuhan sebenarnya berbicara tentang Kejujuran” ini tidak benar dalam Hindu.
Sisi Gelap dan Sisi Terang, dua hal yang selalu ada dalam diri manusia dalam filosofi Bali disebut dengan Rwa Bhineda= Dua Hal yang berbeda, kalo dalam WEWARAN dikenal dengan DWI WARA: Menge dan Pepet (Dua hal yang selalu berlawanan).
Ini tidak bisa dihindari, semakin kuat spritual orang semakin tinggi kekuatan gelap pingin mencoba dan menjatuhkan, bila seseorang itu lengah maka dia akan terjerebab, oleh karena itu orang disarankan untuk terus melakukan NAMASMARANAM, setiap saat. untuk tetap waspada, sehingga sisi gelap tidak akan punya peluang mengambil alih.
Om Shanti Shanti Shanti Om